Berita

Dampak Emisi Kendaraan Bermotor dan Lainnya
Rabu, 22 Januari 2014, 00:00:00 WIB
Kategori: Artikel
394014 Kali Di Lihat

Share :    




Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat pencemar udara yang memberikan dampak terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup. Sumber pencemar ini juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan atmosfer yang lebih besar seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon stratosfer, dan perubahan iklim global. Zat-zat yang diemisikan dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO2, CO, NOx, HC, SOx, PM10, dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung timah hitam/timbal).  Hasil  kajian  terdahulu  seperti the  Study  on  the Integrated  Air Quality Management for Jakarta Area (JICA, 1997) dan Integrated Vehicle Emission Reduction  Strategy  for  Greater  Jakarta (ADB, 2002)  menyimpulkan  bahwa  sektor transportasi  memberikan  kontribusi  yang  signifikan  terhadap pencemaran  udara perkotaan  (Suhadi,  2005).  Dampak kesehatan  yang  ditimbulkan  oleh  sektor transportasi berdasarkan zat pencemar antara lain:

1. Karbon Monoksida (CO)

Keracunan gas monoksida (CO) dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, sakit kepala, dan  mual.  Keadaan  yang  lebih  berat  berupa  menurunnya kemampuan  gerak  tubuh,  gangguan pada  sistem  kardiovaskuler,  serangan  jantung hingga  kematian.  Hubungan  antara  konsentrasi  CO, lama  terpapar,  dan  efek  yang timbul adalah sebagai berikut (Wardhana, 2004): 

Hubungan antara konsentrasi CO, Lama terpapar, dan efek yang timbul

Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen  sel  darah  merah  yang  mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO)  yang  200  kali  lebih  stabil  dibandingkan oksihaemoglobin  (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen  tersebut  dalam  fungsinya  membawa  oksigen  ke  seluruh  tubuh.  Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. 

Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim  intra-seluler  juga  dapat terganggu  dengan adanya  ikatan  CO  yang  stabil  tersebut.  Dampak  keracunan  CO sangat  berbahaya  bagi  orang  yang telah menderita  gangguan  pada  otot  jantung  atau sirkulasi darah periferal yang parah (Depkes). 

Namun,  dampak  dari  CO  juga  bervasiasi  tergantung  dari  status  kesehatan seseorang  pada saat  terpajan.  Pada  beberapa  orang  yang  berbadan  gemuk  dapat mentolerir  pajanan  CO  sampai kadar  HbCO  dalam  darahnya  mencapai  40%  dalam waktu  singkat. Tetapi  seseorang  yang  menderita sakit  jantung  atau  paru-paru  akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.

CO juga bisa  mempengaruhi janin.  Pengaruh terhadap  janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen  pada  ibu  hamil  yang konsekuensinya  akan  menurunkan  tekanan  oksigen  di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur  atau  bayi  lahir  dengan  berat  badan lebih  rendah dibandingkan  keadaan normal (Tugaswati).

 

2. Nitrogen Oksida

Kedua bentuk nitrogen oksida, NO dan NO2, sangat berbahaya bagi manusia. Namun, penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibanding NO (Fardiaz, 1992). 

NO2 merupakan  gas  yang  toksik  bagi  manusia  dan  pada  umumnya  gas  ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan. NO2  dapat masuk ke paru-paru dan membentuk  Asam  Nitrit (HNO2)  dan  Asam  Nitrat  (HNO3)  yang  merusak  jaringan mukosa  (Mulia, 2005). 

NO2 dapat meracuni paru-paru. Jika terpapar NO2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit dapat menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat  menimbulkan kematian (Chahaya, 2003).

Gangguan  sistem  pernapasan  yang  terjadi  dapat  menjadi empisema.  Bila kondisinya  kronis dapat  berpotensi  menjadi bronkitis  serta  akan  terjadi penimbunan nitrogen  oksida  (NOx)  dan  dapat menjadi  sumber  karsinogenik  atau  penyebab timbulnya kanker (Sunu, 2001). 

3. Belerang Oksida

Gas SO2 yang ada di udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan  sekresi mukosa.  Dengan  konsentrasi  500  ppm  SO2  dapat  menyebabkan kematian  pada  manusia. Pencemaran  SO2  yang  cukup  tinggi  telah  menimbulkan malapetaka  yang  cukup  serius  seperti  yang terjadi di  lembah  sungai  Nerse  Belgia pada  tahun  1930.  Pada  saat  itu,  kandungan  SO2  di  udara mencapai  38  ppm  dan menyebabkan toksisitas akut.

Kasus  yang  paling  mengerikan  terjadi  di  London.  Selama  lima  hari  terjadi perubahan temperatur  dan  pembentukan  kabut  yang menyebabkan  kematian  3500-4000 penduduk. Peristiwa ini dikenal dengan nama “London Smog” (Mulia, 2005). 

Kadardar  SO2 yang  berpengaruh  terhadap  gangguan  kesehatan  adalah  sebagai berikut (Depkes): 

Pengaruh Konsentrasi SO2 terhadap kesehatan

Selain  berpengaruh  terhadap  kesehatan  manusia,  SO2  juga  berpengaruh terhadap  tanaman dan  hewan.  Pengaruh  SO2 terhadap  hewan  hampir  menyerupai pengaruh SO2 terhadap manusia. Sedangkan pada tumbuhan, SO2 dapat menyebabkan terjadinya  perubahan  warna  pada  daun  dari hijau  menjadi  kuning  atau  terjadinya bercak-bercak putih pada daun tanaman (Sugiarta, 2008).

4. Hidro Karbon (HC)

            Hingga  saat  ini  belum  ada  bukti  yang  menunjukkan  bahwa  HC  pada konsentrasi udara ambien memberikan pengaruh langsung yang merugikan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap hewan dan manusia diketahui bahwa hidrokarbon alifatik dan alisiklis memberikan pengaruh yang tidak diinginkan kepada manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmosfer (Fardiaz, 1992).

Adapun pengaruh hidrokarbon terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Ebenezer, 2006) :

 Jenis-jenis Hidro Karbon aromatik dan Pengaruhnya pada Kesehatan Manusia

5. Partikel

Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya.  Ukuran partikel debu  yang  membahayakan  kesehatan umumnya  berkisar  antara  0,1  mikron sampai  dengan  10  mikron.  Pada  umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung masuk  ke  dalam paru-paru dan  mengendap di  alveoli.  Namun,  bukan berarti  bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya karena partikel yang lebih besar  dapat  mengganggu  saluran  pernafasan  bagian  atas  dan  menyebabkan iritasi.  Keadaan  ini  akan lebih  bertambah  parah  apabila  terjadi  reaksi  sinergistik dengan  gas  SO2  yang  terdapat  di  udara juga.  Selain  dapat  berpengaruh  negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Depkes).

Partikel udara dalam  wujud padat  yang  berdiameter kurang dari 10 µm yang biasanya  disebut dengan  PM10  (particulate  matter)  diyakini  oleh  para  pakar lingkungan  dan  kesehatan  masyarakat sebagai  pemicu  timbulnya  infeksi  saluran pernafasan,  karena  partikel  padat  PM10 dapat  mengendap pada  saluran  pernafasan daerah bronki dan alveoli. PM10

 sangat memprihatinkan karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru. Sedangkan rambut di dalam hidung hanya dapat  menyaring   debu  yang  berukuran  lebih  besar  dari  10 µm (Agusgindo, 2007).

6. Oksidan

            Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain ituoksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata.

Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari.

Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan iritasi mata.

7. Klorin

            Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan. diudara ambien, gas khlorin dapat mengalami proses oksidasi dan membebaskan oksigen seperti terlihat dalam reaksi dibawah ini :

CL2 + H2O   ---------‡ HCL + HOCL

8 HOCl         ---------‡ 6 HCl  +  2HclO3    +   O3

Dengan adanya sinar matahari atau sinar terang maka HOCl yang terbentuk akan terdekomposisi menjadi asam khlorida dan oksigen.

Selain itu gas khlorin juga dapat mencemari atmosfer. Pada kadar antara 3,0 – 6,0 ppm gas khlorin terasa pedas dan memerahkan mata. Dan bila terpapar dengan kadar sebesar 14,0 – 21,0 ppm selama 30 –60 menit dapat menyebabkan penyakit paru-paru ( pulmonari oedema ) dan bisa menyebabkan emphysema dan radang paru-paru.

8. Timah Hitam

            Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan di masyarakatvluas masih kontroversi, Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.

Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau kontak dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300 ug per hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100  mg. Hanya sebagian asupan (intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk jangka panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan dengan cara ini.

Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi 30% mengendap disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm) jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.

Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh pelepan dari sistem rangka. Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg Pb/100 g darah Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg/100 g darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan keracunan.

Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan pedesaan wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria, dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.

Gejala klinis keracunan timah hitam pada individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah dibawah 80 mg Pb/100 g darah namun hambatan aktivitas enzim untuk sintesa haemoglobin sudah terjadi pada kandungan Pb normal (30–40 mg).

Timah Hitam berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak merupakan kelompok risika tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pbmerupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal dari lalu lintas yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan keterbelakangan mental tetapi belum ada bukti yang jelas.

Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke udara.

Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan jangka panjang Timah Hitam dalam tulang tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala keluhan garam Pb tidak bersifat karsiogenik terhadap manusia.

Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, Kejang dan gangguan penglihatan.

 

Berita Sering Dibaca


2014-01-22 00:00:00 WIB | Artikel |   394014

2018-10-23 00:00:00 WIB | Berita |   216823

2013-10-11 00:00:00 WIB | Kegiatan |   115298

2015-01-28 00:00:00 WIB | Berita |   99783

2013-11-26 00:00:00 WIB | Berita |   81880